Jumat, 28 November 2008

Kenangan trauma coping pangandaran 2006

Kenangan-kenangan
Trauma Coping Pangandaran 2006
agni malagina



Adikku, kembalilah ke lautmu!

adikku sayang,pertama kali aku mendengar keluh kesah ibumu...tampak beban di matanyadapat kurasa....separuh beban ibumu adalah kamusaat melihat kamu menangis, dia sedihsaat melihat kamu tidur dalam mimpi burukmu, diadia terlukasaat melihatmu tak lagi ceria, dia gundahsaat melihatmu tak lagimau kembali kelautmu....dia resah...adikku sayang,jangan ingat laut yang dulu bergejolak menggulungombaknyajangan ingat laut yang dulu menghancurkanrumahmuayoo..tatap lautmulaut itu milikmulaut itu hidupmujangan kau takuti diajangan kau jauhi diakarena dia adalah lautmu!

Pangandaran 17 Agustus 2006



Sekapur Sirih

Bencana alam tsunami di Pangandaran yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2006 merupakan salah satu kejadian yang mengingatkan kita bahwa Indonesia adalah wilayah yang rawan bencana akibat pergeseran lempeng bumi dan aktifitas gunung berapi. Bencana yang terjadi di Pangandaran serupa dengan yang terjadi di Aceh 26 Desember 2004 dengan skala bencana yang lebih kecil. Bencana di Pangandaran memang tidak menimbulkan kerugian sebesar tsunami di Aceh, namun data (terlampir) menyebutkan banyak korban dan kerusakan total yang terjadi di sepanjang pantai selatan Jawa Barat tersebut dan beberapa tempat di pantai selatan Jawa Tengah. Daerah yang mengalami kerusakan terparah ada di Kecamatan Cimerak, Kecamatan Cijulang, Kecamatan Parigi, Kecamatan Sidomulih, dan Kecamatan Pangandaran.
Hal penting yang menjadi catatan bagi tim relawan Pusat Krisis Fakultas Ilmu pengetahuan Budaya selama berada di Pangandaran (20 Juli – 4 Agustus 2006) adalah timbulnya masalah hilangnya mata pencaharian penduduk yang sebagian besar adalah nelayan, masalah dalam konsentrasi pengungsi setelah korban langsung kembali ke daerah tempat tinggalnya yang hancur pada saat berakhirnya masa tanggap darurat, masalah trauma (anak dan dewasa), dan masalah pendidikan (beasiswa dan pemenuhan alat belajar).
Tsunami yang terjadi di daerah Pangandaran menimbulkan suatu kondisi trauma yang membuat anak-anak korban bencana merasa takut terhadap pantai, laut, ombak, bahkan lebih ekstrim lagi; takut terhadap air. Karena bencana, seorang anak yang bertempat tinggal di pantai kini menjadi takut pantai. Hal ini merupakan suatu ironi yang patut mendapat perhatian lebih. Ketakutan seorang anak terhadap tempat tinggalnya tentu akan menghambat proses tumbuh kembang seorang anak. Kebutuhan akan rasa aman dan nyaman yang tidak terpenuhi oleh lingkungannya sendiri akan membatasi anak dalam proses pengembangan potensinya.
Kami anggota Pusat Krisis FIB UI tergerak untuk memberi bantuan sesuai dengan kekuatan Puskris FIB dengan segera. Puskris memutuskan untuk berangkat pada hari Kamis, tanggal 20 Juli 2006. Dan terus bertahan sampai selesai masa tanggap darurat. Kami kembali ke Jakarta pada tanggal 3 Agustus 2006. Kembali ke Jakarta dengan beberapa catatan. Diantaranya adalah membantu anak-anak korban tsunami Pangandaran untuk kembali ke laut. Ceria dan gembira bermain di laut. Anak tidak akan lepas dari bermain. Dengan bermain kami rasa dapat membatu anak mengurangi ketakutannya atau kekhawatirannya menghadapi laut. Program anak pun menjadi PR bagi kami.
Sekembalinya kami ke ibu kota, kewajiban membuat laporan sesegera mungkin membuat kami segera bergerak dan melaporkan semua kegiatan kepada Dekan FIB, Ketua Pusat Krisis FIB, dan kepada pihak rektorat. Rencana program berikutnya pun bergulir dengan banyak kekhawatiran. Program Trauma Coping for Children pun menjadi wacana yang perlu segera diwujudkan.
Proses mewujudkan program outbound anak-anak korban tsunami ini sangat panjang. Kesabaran dan kegigihan kami di Jakarta sedang diuji. Tanggal 4 Agustus 2006 kami menghadap pihak rektorat berkenaan dengan akan diberangkatkannya batuan logistik dari BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) yang dianggap kurang tepat guna. Pihak rektorat menghimbau kami relawan yang sudah lama tinggal dalam operasi tanggap darurat untuk memberi saran kepada BEM. Sampai pada tahap negosiasi dengan BEM, kami dan BEM bersepakat untuk berangkat pada tanggal 9 Agustus 2006 dengan misi kemanusiaan UI yang keluar satu pintu, menghindari kasus relawan UI di Bantul terulang kembali. Pada tahap ini pun, kepastian dana bantuan yang ditawarkan dari rektorat atau UI AID belum juga terlihat titik terang. Hanya proposal kegiatan yang kami ajukan sudah sampai di rektorat.
Masa tegang kami terjadi pada tanggal 15 Agustus 2006. Kami mendanai operasional dengan dana pribadi yang kami salurkan lewat Pusat Krisis FIB. Sudah semakin menipis, dan kepastian dari rektorat dan surat ijin kegiatan dari Direktur Hubungan Mahasiswa dan Alumni sudah tidak dapat kami peroleh. Bahkan dana pun tidak ada. Keuangan kami hanya cukup untuk tarik mundur pasukan yang ada di Pangandaran. Saat itu siang menjelang sore, saya selaku “komendan” meminta Ken Miryam (koordinator lapangan) untuk menarik mundur semua pasukan. Entah apa yang terjadi, tidak lebih dari 30 menit, Ken menghubungi saya, meminta agar pasukan tidak ditarik mundur karena DPP Sekar Telkom akan membiayai sisa flight. Alhamdulillah, saya menarik nafas yang sudah terikat dengan emosi syukur yang tak tertahan. Bersama titik air mata, syukur terucap. Alhamdulillah, kami bisa melanjutkan program untuk anak-anak di Pangandaran sampai Cimerak. Alhamdulillah, kami bisa mengajak adik-adik kami di pengungsian untuk bermain ke laut. Menghadapi laut, kembali ke laut. Rasa susah sedih dan derita yang lalu tak terasa lagi. Hanya keinginan melihat wajah adik-adik kami yang membuat kami segera bergabung dengan tim advance.
Apa yang kami lakukan ini mungkin hanya sedikit meringankan beban saudara kita yang terkena bencana, namun semua kami lakukan dengan gembira. Kami ingin berbagi sedikit pengalaman dalam menangani trauma bencana pada anak, walau mungkin yang kami tampilkan ini sangat jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, mudah-mudahan laporan ini bisa memberikan gambaran kerja yang telah kami lakukan. Ada gaya bertutur yang sedikit menyerupai feature, namun kami berharap dapat disajikan untuk memberikan gambaran dari kerja yang telah kami lakukan. Pengalaman ini kami sajikan dengan agak lebih panjang secara hari per hari untuk memberikan gambaran kemajuan yang dialami oleh anak-anak korban tsunami. Cerita pendek yang sangat panjang. Maaf…
Mohon maaf kami sampaikan kepada seluruh donatur, rekan-rekan realawan, rekan-rekan kampus yang selalu mendukung kami, aparat, warga sepanjang lintasan Trauma Coping FIB UI. Terima kasih banyak untuk para fasil...hanya karena kalianlah...kita dapat bertahan untuk bermain dan bermain.
Berikut ini adalah intermezzo yang harus kami tuliskan dalam lembaran ini. Karena tanpa beliau-beliau yang kami sebutkan di bawah ini, program kami tidak akan terlaksana.

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada:

1. Prof. Dr. Ida Sundari Husen, Dekan FIB UI, yang telah memberikan ijin dan semangat bagi kami tim teknis dan fasilitator utnuk berangkat ke Pangandaran dengan fasilitas dan kemudahan dari FIB UI.
2. Bapak Prapto Yuwono, yang telah memberikan dorongan dan semangat serta berbagai kemudahan birokrasi dan perlengkapan teknis posko.
3. Bapak Cecep Eka Permana, yang telah memberikan ijin jalan kepada kami dan tim fasilitator untuk bergabung dengan tim advance yang sudah lebih dulu ada di Pangandaran.
4. Bapak Luthfi Zuhdi, dan Dewan Penasehat Pusat Krisis FIB UI, yang telah memberi bantuan moral dan material sejak bencana Bantul sampai dengan Pangadaran.
5. Ketua DPP Sekar Telkom, yang telah mendengar uneg-uneg mahasiswa ini dan memberikan bantuan suntikan dana operasional program flight Madasari-Cidadap-Legok-Logodor.
6. Ibu Ira dan Ibu Ida, Sekar Telkom, yang sudah melancarkan urusan pendanaan, dan sudah hadir di camp Cidadap. Maaf, pada saat Ibu datang, acara tertunda karena kesalahan teknis dan data kegiatan. Human error yang ada pada kami perlu dievaluasi. Maaf Bu.
7. Kang Erie, yang telah mengijinkan kami untuk tetap berjaya di Jln Raya Pangandaran 273! Sekaligus menjadi pencerahan bagi tim ”Papap Pangandaran”.
8. TELKOM, yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran komunikasi relawan. Kami dapat berhubungan dengan keluarga di Jakarta. Jarak yang jauh tak terasa. Bersama TELKOM kami aman!
9. Ketua Dewan Pengurus Wanadri, Kang Febby, yang sudah memberikan bantuan pengiriman logistik alat games dan ijin jalan tim teknis Wanadri.
10. Bang Ben (Imam Mawardi), dari Earth Color, yang sudah dengan cerah ceria meminjamkan alat games flying fox yang sekarang melegenda di Pangandaran. Bang, terima kasih, jasamu abadi! Salah satu sponsor utama yang berjiwa besar!
11. Para donator, terima kasih kepada Ibu Riris K.Toha Sarumpaet, Ibu Tuty Nur. Mutia Muas, IbuTjindarsih Wemmy, Ibu Djuariah PPIG UI, yang telah menjadi donator Pusat Krisis FIB UI sejak masa tanggap darurat (17 Juli - 4 Agustus 2006), sumbangan sudah kami salurkan kepada korban yang membutuhkan. Terima kasih sudah mendukung kegiatan kami.
12. Kang Dadang Abdul, yang bersedia kembali ke Pangandaran bersama kami, membina adik-adik mahasiswa untuk belajar berbagai macam hal. Diantaranya bagaimana mengambil keputusan pada saat genting. Sekaligus bagaimana cara bernyanyi yang baik. Terima kasih atas bantuan moral dan material yang diberikan.
13. Mba Anna RRD, yang telah menyediakan transportasi untuk mengangkut barang baksos dari kampus FIB UI.
14. Pak Dar, yang sudah mengantarkan barang baksos mahasiswa baru FIB UI sampai tengah malam di Cidadap.
15. dr. Monang Tampubolon, Opung kita tersayang, yang telah membuat kami selalu sehat. Terima kasih sudah rutin diperiksa, ditensi dan diberi suplemen. Terima kasih Opung sudah merawat kami yang sakit. Terima kasih Opung sudah membuat kami bertahan. Menyelesaikan mimpi bersama ini.
16. dr. Merry, ibu dokter cantik yang satu ini sudah bersama kami sejak masa tanggap darurat. Dan masih bersedia kembali ke Pangandaran untuk membantu Opung dan Tim Papap. Terima kasih telah memberi kami kekuatan!
17. Suster Dona, terima kasih sudah menemani kami sepanjang perjalanan, termasuk menjaga kami untuk tetap sehat.
18. Terima kasih untuk Wanadri: Kang Ozos, Kang Jokop, Kang Anset, Kang Psoy, Kang Dewa, Kang Handoko, Kang Dudy, Kang Kolotok, Kang Ade, Kang Fajar yang sudah sangat membantu kami untuk operator alat games. Kisah bersama kalian tidak akan terlupakan. Bahkan sesaat bersama kalian pun adalah kenangan yang akan kami simpan dalam hati. Kalian adalah semangat kami untuk selalu ada di lapangan dan tepi api unggun saat panas menyengat dan dingin terhebat.
19. Kang Karawang dan Kang Kolotok, yang telah menjaga kualitas Dapur Umum tetap prima. Papap Karawang, terima kasih atas layanan kesehatan yang diberikan. Celoteh papap dan kang Klotsky membuat hari-hari kami yang berat tak terasa. Kegembiraan bersama kalian berdua adalah hal yang sangat langka. Papap, namamu abadi bersama milis kita!
20. Kang Toing Se, yang sudah mengantar kami ngebut kemana-mana.
21. Kang Dudy, Kang Anset, Kak Ocid, Icy, yang sudah dikutuk menjadi tim dokumentasi. Kang Dudy yang telah dengan sangat jagoan mampu mengambil momen dan ekspresi wajah-wajah anak-anak, ekspresi yang sebenarnya dari fasil dan nyawa dari kegiatan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata. Ada ribuan kata dan emosi yang terpatri dalam gambarmu! Kang Aset, Kak Ocid, Icy, terima kasih syutingannya…sebuah dokumentasi audio visual yang sangat berharga.
22. Kang Dewa, yang telah sangat berjasa dalam urusan data informasi, perbaikan instalasi listrik sampai perawatan komputer!
23. Kak Ocid dan Lola, yang sudah membuat urusan sekretariat menjadi lancar, lengkap, dan terorganisir. Lola, terima kasih sudah membuat file lengkap. Juga sudah dengan sabar menerima teror tanda tangan rokok selama flying camp.
24. Wa Kacus, terima kasih untuk foto-foto dadakan dan support kepitingnya.
25. Para koordinator camp pengungsi di Madasari, Legok Jawa, Cidadap, Legodor, Karang Jaladri, Batu Karas, Pangandaran, yang telah mempermudah kegiatan kami.
26. Aci, Rafi, Ade, Nanin, Citra, Atre, Amalia Septianingsih, Dharmestya, Angka, Nindi, Anindita Puspajati, Amel, Is, Arieska Kurniawaty, Arif Aprizal, Arifah Sakti N, Asep, Asep Wahyudin, Bunga, Chicha, Christanty, Dian Prastiti Utami, Edi Sunardi, Fifi, Galih Putri, Hajat, Heggy Kearens, Ina Maulinda, Lola, Liesta, M. Hidayat, Meity, Moch. Ariyo F.Z., Nimitta Kusumastuti, Nursanti Budianto, Nurul Hidayah, Rara Ayuningtyas Pramudita, Sofyan Suri, Syarif, Teuku Andhika Mulya, Triyana Sulistari, Triyaniarrinita, Vicky, Yopie Pieters, Angga, Ozi, Eby, Mul, Zainal, Atek, teteh Devi, Dea, yang sudah menjadi fasil yang baik. Sangat baik. Cinta kasih kepada adik-adik kecil itu dapat membuat mereka menjadi lebih ceria dan gembira. Mereka sudah kembali ke lauuut! Semangaat yaaa! Kalian memang paling hebat. Tanpa kalian program ini tidak mungkin terlaksana! (fasil-fasil tercinta….sudah tersebut semua belum siy Ken? Aduuh, maaf apabila ada yang terlewat ya? Mohon segera lapor ke sekret!)
27. Bapak RT 2 Cidadap yang sudah merelakan rumahnya untuk kami tempati. Walaupun kaca pecah, angin berhembus kencang, di dalam rumah, kami merasa hangat. Belakangan setelah kembali ke Jakarta, kami baru diberitahu tim teknis Wanadri bahwa rumah yang kami tempati pernah menjadi rumah penampungan mayat sementara ketika masa SAR. Hebat, kami aman bersama Wanadri! Body system ternyata ampuh…!
28. Emak, terima kasih sudah membantu menyediakan sarapan, makan siang, makan malam para relawan yang ganas-ganas ini.
29. Kawan-kawan IKPD FIB UI dan maba program Diploma FIB UI, yang telah mengumpulkan buku tulis dan peralatan sekolah untuk adik-adik di Pangandaran-Cimerak. Terima kasih sudah menulis surat cinta untuk mereka, surat dari kawan-kawan membuat mereka senang. Semoga adik-adik kecil kita akan termotivasi untuk belajar giat dan menyusul kalian masuk Universitas Indonesia. Anak pantai dengan kulit hitam dan rambut pirang di sana sangat cerdas. Mereka pasti bisa!
30. BEM, yang telah datang bersama ke posko gabungan sekaligus droping logistik dan membantu program anak pada saat awal program. Maaf apbila pelayanan kami dinilai kurang memuaskan. Mohon maaf telah bersitegang dengan kawan dari BEM karena mungkin program kami dianggap kurang tepat guna. Karena hanya menangani anak saja. Tidak senergi dengan penanganan trauma pada orang dewasa. Maaf, kemampuan kami hanya sebatas mengajak anak kecil bermain.
31. Mohon maaf kepada Ketua Senat FKUI sempat meminta agar relawan FK tinggal di posko membantu operasi medis, kami khilaf karena relawan dari FK ada di bawah tanggung jawab Anda, sehingga kami tidak bisa sembarangan menahan relawan yang juga ingin tinggal. Kami sadar betul, Anda yang bisa menilai kompetensi relawan FK. Kami yang ada di lapangan tidak bisa.
32. Senat Mahasiswa FIB UI, yang telah dengan “sigap cepat tanggap” merespon kegiatan kami. Sumbangan mahasiswa baru berupa logistik keperluan wanita dan alat sekolah anak yang dikoordinir oleh SM FIB sangat membantu korban yang ada di pengungsian.
33. Terima kasih juga kami haturkan kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebut satu persatu. Mohon maaf apabila ada khilaf kami selama pelaksanaan program.

Tidak ada komentar: