Jumat, 28 November 2008

Ekspedisi Trike Wanadri Menegpora 2008: Timika

Timika: Sky Has No Limit, There is No Room for Error! Zero Accident!

agni malagina

Danlanud dan pejabat setempatnya pun merasa haru dengan kejadian ini. Kang Andryana berperan sebagai mata Kang Ujang saat Kang Ujang tidak mampu melihat dalam kepungan badai di atas perairan Arafuru.
(Sandy Taruni, groundcrew Timika)


Jika ditanya dari seluruh lintasan PKS 205 jalur manakah yang menegangkan? Tentu akan dijawab, semua jalur sudah pasti menegangkan.Akan tetapi hasil jejak pendapat menyebutkan bahwa Dobo – Timika merupakan jalur yang paling menegangkan. Hal ini sudah pasti dirasakan oleh groundcrew yang bertugas di Timika. Syarif Hidayat (WK), Fajar Nugroho (W 770 ARA), dan Sandy Taruni ‘Uni’ (Boogie) menceritakan pengalamannya, terlebih ketika hanya ada titik air mata haru saat Kang Ujang melakukan sujud syukur mencium pertiwi di Bandara Moses Kilangin, Timika – Papua.

Tugas mereka di Timika diawali dengan kedatangan trio ini pada tanggal 12 Juni 2008. Tim disambut Kang Andryana (WK) dan diperkenalkan kepada para staf Airfast tempat Kang Andryana bekerja sebagai salah satu pilot Airfast.Tim lalu diantar ke penginapan. Setelah check in dan melakukan rapat singkat pada pukul 10.00 WIT, para groundcrew sepakat bertemu dengan Bapak Bupati dan staf beserta Kapolres setempat untuk berkoordinasi. Pada tanggal 13 Juni 2008, groundcrew berkoordinasi dengan Danlanal dan Danlanud Timika sekaligus mendapat susunan acara untuk penyambutan PKS 205. Selesai koordinasi, groundcrew bertemu dengan tim official (Abah Ukok, Kang Yayoen, dan Rovina). Hari itu juga mereka menyelesaikan koodinasi dengan Muspida Timika. Secara garis besar, persiapan pendaratan PKS 205 dan penyambutannya sudah disiapkan dengan matang oleh Kang Andryana. Berkat koordinasi jauh hari sebelumnya, tugas groundcrew dari Jakarta menjadi ringan. “Bahkan bisa dibilang kita tidak melakukan apa-apa,” Syarif sempat mengungkapkan isi hatinya.

Tanggal 14 Juni 2008, kesibukan di bandara sudah terlihat sejak pagi. Koordinasi dengan groundcrew di Dobo juga terus terjadi sampai Kang Ujang berangkat dari Dobo pukul 06.15 WIT. Untuk masalah BMG, groundcrew Timika sulit untuk mendapat data yang akurat, namun masalah data BMG dapat ditangani oleh Andryana, sehingga groundcrew fokus untuk penyambutan dibantu oleh TNI AD, AU, AL, Pramuka, dan anak-anak sekolah. Suasana mencekam terjadi pada saat Kang Ujang sudah melewati waktu pendaratan di Timika, cuaca mendung dan PKS 205 kehilangan kontak dengan ATC di bandara. Sementara itu Syarif dan Fajar segera membuka akses di bandara untuk dapat kontak dengan Kang Ujang. Perjuangan tidak sia – sia, komunikasi dengan PKS 205 akhirnya terbuka pada 60 mil ke arah Kokonao. Namun pada 30 mil arah Kokonao berita buruk tersampaikan ke ruang komunikasi di atas tower bahwa Kang Ujang mendapatkan hambatan yang serius berupa hujan badai dan awan tebal. Kapten Pilot Andryana mengambil alih ruang ATC di atas tower dan memposisikan dirinya sebagai mata dari PKS 205 yang sudah tidak mampu melihat dalam kepungan badai di atas perairan Arafura. PKS 205 dipaksa untuk bisa sampai di Timika. Sementara groundcrew sempat tegang karena takut Kang Ujang mengalami kecelakaan. Pukul 09.18 WIT ratusan pasang mata menyaksikan suatu mukjizat dari akhir suatu penantian yang mendebarkan, tiba – tiba PKS 205 yang dipiloti oleh Kang Ujang muncul di atas landasan pacu. Semua tertegun termasuk para groundcrew beserta para official. PKS 205 sukses mendarat di bandara Moses Kilangin. Suasana haru biru mengiringi Kang Ujang turun dari dalam pesawatnya dan mereka saling berpelukan.

”Tak seorang pun percaya kalau PKS 205 dapat melewati jalur dengan kondisi medan dan cuaca yang sangat buruk seperti yang baru dialaminya. Saat ini sudah dibuktikan oleh seorang Soleh Sudrajat yang notabene jam terbangnya masih sangat minim, perjalanan tersulit telah dilaluinya. Seorang pilot yang sudah mahirpun bahkan tidak akan memilih jalur ini!!!” ujar Fajar yang sempat menangis ketika melihat PKS 205 mendarat. Sebenarnya bisa saja Kang Ujang memutar balik menuju Dobo, tapi hal tersebut tidak mungkin dilakukan karena sebelum mencapai Dobo lagi bahan bakar pasti sudah habis. Satu-satunya pilihan adalah maju terus dengan kekuatan yang ada, harus melewati badai, dan berjuang sampai Timika.

Sesaat setelah mendarat, Kang Ujang terlihat pucat setelah mengalami g force (gravity force) – gaya tarik gravitasi yang dapat mengakibatkan kecelakaan terbang, tetapi beliau tetap tenang dan tak terlihat labil setelah kejadian badai yang menimpanya. Pesawat dapat mendarat selamat dengan berbagai kerusakan yang dialami oleh pesawat seperti baling-baling rusak akibat terkena kerikil es di dalam badai (dalam suhu di bawah nol), kabin mesin terisi air, dan kamera metro tv yang rusak. Selanjutnya pesawat segera diamankan di hangar. Pesawat dibersihkan dan mulai diperiksa kelengkapannya. Baling-baling yang ditemukan rusak segera didokumentasikan. Foto pun dikirim ke Puskodal Jakarta untuk dibawa ke Lido dan diperiksa oleh Mas Sutiono (mekanik PKS 205). Saat itu Mas Tio memutuskan bahwa PKS 205 tidak memiliki toleransi untuk terbang. Di udara, tidak diperbolehkan ada kesalahan!


Beratnya medan yang baru dilalui dapat terlihat dari propeller yang rusak cukup parah dan harus diganti demi keselamatan penerbangan. Groundcrew segera mengirim informasi ke Jakarta untuk memberangkatkan Mas Tio sebagai teknisi mekanik yang mendukung lancarnya Ekspedisi Trike ini serta membawa propeller baru yang dipinjamkan oleh Bapak Reni yang sedang berlatih trike di Lido. Selanjutnya Mas Tio datang dari Jakarta untuk mengurus kerusakan yang dialami oleh pesawat. Sesampainya di Timika pada tanggal 16 Juni 2008, Mas Tio terlebih dulu memeriksa propeller, ternyata memang tidak layak terbang. Propeller baru pun segera dipasang. Kang Ujang terlihat kurang puas ujar Mas Tio. Dan begitu propeller selesai dipasang, Kang Ujang langsung mengadakan uji terbang. Selanjutnya pesawat tak jadi berangkat menuju Merauke tepat pada waktunya karena alasan cuaca dan keamanan pesawat. Akhirnya pada tanggal 17 Juni 2008, pukul 09.40 WIT, PKS 205 terbang menuju Merauke dan singgah bermalam di Agats. Mas Tio menambahkan, penggantian propeller baru rupanya membawa efek pengurangan kecepatan. Propeller yang semula dapat mendorong pesawat sampai dengan 70 mil per jam. Dengan dipasangnya propeller yang daya dorong pesawat hanya menjadi sampai 48 mil per jam. Namun demikian, hal ini menyebabkan pesawat lebih irit bahan bakar. Syukurlah penerbangan Timika – Agats tidak ada masalah dengan teknis pesawat.

Sky has no limit, there is no room for error!!! Dengan kata lain ZERO ACCIDENT!!

Tidak ada komentar: