Jumat, 28 November 2008

Ekspedisi Trike Wanadri Menegpora 2008: Tual Dobo

Tual, Dobo, dan Kacang Wanadri
agni malagina

“Saya namakan kacang ini, kacang Wanadri!”
(Bapak Sudarto, Kabandara Dobo)

Erwin Gumay melanjutkan perjalannannya seorang diri setelah meninggalkan Anthony ”Anset” Setiawan di Kisar dan berpisah dengan Andreas Ariano di Saumlaki. Perpisahan dan kesendirian memaksanya untuk terus berjalan menuju titik terakhir dorlog BBM wilayah timur yang harus ia selesaikan, Tual dan Dobo. Sempat timbul keraguan dalam hatinya ketika dalam perjalanan kapalnya melewati ombak tinggi di perairan Aru. Ingin rasanya singgah agak lama di Saumlaki untuk melepas penat, “Tetapi tugas dari puskodal mengamanatkan untuk segera bergerak ke Tual, tetapi kapal tertahan sampai sore, tetapi akhirnya jadi juga berangkat menuju Tual. Malam hari kapal digoyang oleh gelombang ombak, tapi syukurnya sampai juga di Tual, lalu dilanjutkan ke Dobo.”
Tanggal 22 Mei 2008 Erwin tiba di Tual dan segera menuju bandara Dumatubun Tual untuk melakukan serah terima BBM. Erwin kemudian melanjutkan perjalanan menuju Dobo pada tanggal 23 Mei 2008 sekaligus menemui kepala Bandara Dobo – Pak Darto – untuk menyerahkan BBM. Tuntas sudah tugas serah terima BBM. Erwin mendeklarasikan bahwa jalur BBM Larantuka – Dobo dalam posisi GREEN LIGHT! Sempat tinggal di Dobo bersama keluarga Darto, menikmati seafood, jalan-jalan, dan mencicipi kacang buatan Ibu Darto yang belakangan tersohor dengan nama KACANG WANADRI. Erwin pada saat itu diminta merapat ke Saumlaki. Namun kapal Abadi Permai sudah lewat. Sehingga tidak bisa menyusul ke Saumlaki. Setelah 3 hari di Dobo, hari ketiga Erwin setengah memaksa ke Pak Darto untuk pulang. Karena Erwin belum mengadakan koordinasi dengan pihak terkait di Tual. Erwin mengatakan bahwa jika ia tidak keluar pada hari itu, tidak mungkin ada kesempatan keluar dalam waktu dekat. Pada saat itu ada kapal Maruka Ehe, dari Merauke menuju Ambon dan melewati Tual. Erwin memutuskan untuk keluar Dobo bersama Maruka Ehe. Kabarnya, kapal tersebut merapat pukul 12.00 WIT. Ternyata kapal baru berangkat pukul 17.00 WIT menuju Tual. Pak Darto kembali lagi untuk menemani Erwin di Dermaga sampai Erwin berangkat. ”Karena hanya semalam, saya tidak menyewa kamar. Hanya di bangsal saja, di dek 2 dengan tempat tidur dari besi alas matras dalm kondisi berlubang-lubang,” kata Erwin dan melanjutkan, “WC pun tidak ada air, harumya seperti di Abadai Permai, waktu di Abadi Permai tidak mandi 7 hari. Tidak gosok gigi hanya kumur-kumur saja. Untung perjalanan Dobo Tual hanya sebentar!” Tak disangka muncul celetukan, “Wanadri!! Jangankan yang engga ada air, ada air juga pada engga mandi!” Kembali suasana penuh gelak tawa muncul mengingat peristiwa itu. Erwin bercerita bahwa malam itu kapal oleng air masuk. Setelah cukup panik membuang air, kapal tenang kembali. Kisah di dalam ruang kapal Maruka Ehe berlanjut, Erwin bertutur,”pintu kamar mandi yang terombang- ambing gerakan kapal itu membuka menutup. Terus-terusan,tak berhenti. Ada drum sampah besar di dalam kamar mandi. Menjelang malam suara pintu selalu gubrak-gubrak. Seseorang berusaha mengikat pintu dengan tali. Untuk 5 menit pertama aman, tapi kemudian talinya putus.” Akhirnya erwin memutuskan untuk mengikat pintu dengan webbing. Tidak ada orang yang masuk kamar mandi. Namun gangguan lagi terjadi. Drum sampah di dalam kamar mandi beguling-guling. Dengan singkat kata, di dalam kapal tersebut tidak ada ketenangan sedikitpun.
Sesampainya di Tual pada tanggal 27 Mei 2008, Erwin langsung bergerak menuju penginapan dan setelah itu berencana bertemu dengan Bupati Tual, tapi ternyata Bupatinya tidak ada karena sedang ke Jakarta untuk mengundurkan diri dalam rangka mencalonkan diri kembali. Di Tual akhirnya bertemu dengan jajaran militer setempat dan melakukan koordinasi dengan Danlanal yang sangat mendukung kegiatan ini. Koordinasi juga dilakukan dalam rangka penyediaan tim medis, acara penyambutan PKS 205, pembuatan base di Mess AU, pengambilan data cuaca, dan survey akomodasi untuk Kang Ujang.
11 Juni 2008, PKS 205 mendarat di Langgur/Dumatubun Tual dengan sambutan dari warga Tual, jajaran pemerintahan, Pramuka dan lain-lain. Tim yang bertugas di Tual pada saat itu adalah Erwin Gumay, Rudi Faisal (W 681 TL), dan Sura Sasmita Albushiri (AMW 2056 HR). Selesai acara diskusi dan ramah tamah, tim beristirahat. Kang Ujang juga menjalani pemeriksaan kesehatan oleh tim dokter AU. Tanggal 12 Juni 2008, PKS 205 direncanakan terbang menuju Timika. Namun niat tersebut urung karena hujan turun. Pada tanggal 13 Juni 2008 PKS 205 terbang menuju Dobo. Erwin mengungkapkan, ”Ada 2 ketakutan pada saat itu, keadaan di tengah laut dan ketakutan melepas Kang Ujang ke Dobo. Itu beban moral kalau terjadi apa-apa. Ketika tim Dobo mengatakan bahwa PKS sudah mendarat di Dobo, sangat melegakan. Kami bertiga di ATC sangat lega. Hal ini tentu dialami oleh semua tim, rasa aman ketika Kang Ujang mendarat di tempat berikut. Namun tim terdekat dengan pendaratan kang ujang belum begeser untuk menjaga pelbagai kemungkinan. Dengan kawan ngobrol, didatangi kang usol bukan senang, tapi kwatir.” Puskodal pun berkomentar,”semua groundcrew sadar, ketika Kang Ujang mendarat di titiknya, groundcrew akan dilihat dipantau oleh seluruh ’dunia’. Pada saat itu para groudcrew diamati secara batin, visual, dan komunikasi. Semua groundcrew dipantau. Jadi wajar semua groundcrew yang kedatangan PKS berharap ’jangan sampai apes’. Para groundcrew akan berbuat mendekati ideal. Oleh karena itulah tekanan semakin besar. Begitu masuk Timika baru Tual geser. Banyak hal yang dipikirkan groundcrew untuk sesempurna mungkin dalam ekspedisi ini. Dalam keadaan tertakan seperti itu wajar, groundcrew merasa takut. Banyak variabel yang dapat menentukan sikap groundcrew di lapangan.” Syukurlah Kang Ujang sudah sampai di Dobo. Semua lega. Tanggal 15 juni 2008, tim Tual mendapat berita bahwa PKS 205 selamat mendarat di Timika setelah melewati badai aru di atas perairan sepanjang perjalanan Dobo – Timika. Tanggal 16 Juni 2008, tim Tual meninggalkan Tual menuju Jakarta.

Tidak ada komentar: