Rabu, 28 Januari 2009

Jati diri Kota Depok: makan dengan tangan kanan? how come????

Suatu malam, saya menaiki angkot menuju sebuah pertokoan terkenal di Depok. Di sebuah perempatan jalan, saya mendapati sebuah baligo besar yang bertuliskan: “Kembalikan jati diri bangsa. Dengan makan dan minum memakai tangan kanan.” Dengan tambahan visual orang-orang yang makan dengan menggunakan sendok garpu, sendok di tangan kanan, garpu di tangan kiri.



Awalnya saya agak merasa kecolongan dengan iklan layanan masyarakat itu. Sebab sebelumnya, baligo rakssa itu berisikan maskot kota Depok yang akan dikembangan sebagai produk unggulan kota yang sudah berkembang pesat itu. Ya....belimbing kuning. Buah berbentuk bintang itu tampak cantik karena produknya terasa sangat bear. Semacam jambu bangkok, durian bangkok dan bangkok-bangkok yang lain. Tapi ketika sore itu malam itu saya melihatnya sudah berubah rupa, saya pun sempat panik. Mungkinkah saya yang salah lihat. Saya pun segera meminta teman saya untuk melihat iklan itu. dia tidak berkomentar banyak. Saya makin ragu dengan pandangan mata itu. Tapi sudahlah...saya tidak akan membahas mata saya yang memang mulai minus.

Slogan kembalikan jati diri bangsa dengan cara makan menggunakan tangan kanan itu sangat menggelitik saya. Bukankan memang semua orang makan dengan tangan kanan? Kalaupun ada yang makan dengan tangan kiri, tampaknya kebiasaan itu datang karena si pemilik tangan itu pastilah kidal, saya juga berkawan dengan salah seorang yang berkecenderungan kidal tersebut. Saya jadi berburuk sangka terhadap pembuat iklan layanan masyarakat tersebut. Mengapa urusan makan menggunakan tangan mana menjadi masalah besar? Sampai-sampai disebut sebagai bangian dari jati diri bangsa?

Coba kita lihat apa saya yang masuk dalam katergori jati diri bangsa? Dalam pandangan saya, jati diri bangsa memang banyak sekali aspeknya. Seperti seni budaya tradisional, sejarah bangsa dan sebagainya. Mungkin makan dengan tangan kanan juga menjadi salah satu aspeknya. Tapi saya tetap tidak bisa paham, bagaimana iklan itu bisa muncul? Mengapa cara makan harus diurusi? Mengapa tidak menonjolkan budaya seni tradisi sebagai kekuatan kota?

Bukankah cara makan orang itu ada sesuatu yang sangat pribadi? Mungkinkah iklan ini dapat disejajarkan dengan iklan UU antipornografi dan pornoaksi yang dianggap oleh banyak pihak sebagai undang-undang yang menyentuh ranah pribadi. Cara makan merupakan cara yang dilakukan oleh seseorang sesuai dengan kemampuannya. Makan dengan tangan kanan atau tangan kiri adalah hak pribadi seseorang. Makan menggunakan sendok atau tangan telanjang pun merupakan hak pribadi. Dan saya pikir, cara makan dihubungkan dengan jati diri bangsa itu sedikit sekali hubungannya. Sampai saat ini saya masih mencari berbagai kemungkinan jawaban atas munculnya iklan tersebut. Tetapi, saya tetap bingung bagaimana caranya cara makan menjadi jati diri bangsa??

Mungkin ada yang bisa membantu saya mendapatkan jawaban tersebut.



Salam,

Agni Malagina

1 komentar:

Unknown mengatakan...

saya orang cinere-depok, dan saya juga kidal yg makan kadang kanan kadang kiri. sedih amat ngeliat tuh billboard, kyknya nggak penting banget sih isinya (toh di islam udah diajarin gitu). Mending uang untuk sewa tuh billboard dipake buat betulin jalan cinere raya yg udah ancur lebur (bahkan oleh kerjaan pemkot sendiri)