Kamis, 27 November 2008

Tentang bayiku....

Apa kalian tau? Aku akan segera melahirkan bayiku. Bayi yang sudah dalam perutku selama jutaan detik. Aku tak mau lagi menyimpannya. Sangat menyusahkan. Tapi...aku senang bisa membawa keajaiban dalam tubuhku untuk sekian lama. Kata dokter, bayiku ini akan lahir sebagai perempuan. Aaah...akan bertambah lagi perempuan cantik di dunia ini, bertambah lagi kompetitor untuk Miss World, Miss Universe. Tapi....aku senang bisa membawa keajaiban dalam tubuhku untuk sekian lama.

Aku sudah lupa kapan aku bisa menjadikan sel telur dalam tubuhku menjadi gumpalan daging bertulang dan bernyawa. Tapi yang aku tahu, bayi dalam kandunganku sudah berusia 26 tahun lebih 8 bulan sekarang. Ini pertama kalinya satu dari 400.000 sel telur yang ada dalam tubuhku sejak 25 tahun yang lalu dibuahi oleh sperma laki-lakiku.

Kuputarkan musik Beethoven, Symphony No 5 in C Minor OP 67, kuperdengarkan musik itu untuk anakku...anakku dalam kandunganku. Perutku yang membuncit dan tetap tenang. Tak ada gejolak seperti biasanya. Mungkinkah bayiku sedang tidur? Atau sedang beristirahat karena kelelahan bermain?
Detik demi detik ku tunggu gejolak dalam perutku. Diam. Tak ada gejolak seperti biasanya.

Sesaat ada keraguan, apa anakku baik-baik saja? Aku hanya duduk di pinggir ranjang menyandarkan tubuhku yang bertulang belakang ke kepala ranjang dengan tumpukan bantal-bantal. Nyaman. Sesaat ada keraguan, apa anakku baik-baik saja? Kuusap perutku yang membulat dengan permukaan tegang. Kumatikan walkman yang sedang memutar pita kaset Beethoven. Dan mulai kubisikkan kata “Nak, aku mencintaimu. Apa kau mencintaiku?” pita suara tercekat dalam kerongkonganku bergetar. Ku rasa, getarannya bersatu dengan saraf-saraf dan menjalar menuju rahimku. Getarnya mengguncang.....suaranya merambat dalam cairan ketubanku, dan bayiku mendengar kata “Nak, aku mencintaimu. Apa kau mencintaiku?”. Syaraf bayiku merespon stimulus dariku. Bayiku menggerakan kaki mungilnya. Dia menendang bagian dalam perutku. Anakku bergerak. Dia mendengar suaraku, tapi tidak mendengar musik Beethoven yang kuputarkan. Kemudian dia diam, tak bergerak.

Malam bergerak menutupi lembayung merah di atas sana. Merah semerah-merahnya berganti hitam yang teramat hitam...bukan saja kelam. Tapi hitam. Tetap aku duduk di ranjang dengan berselimut tebal. Dari jendela kaca besar itu kulihat bulan pucat mulai muncul, melawan gelap malam. Namun tetap saja tak menjadikan hari terang bagai matahari yang menerangi siang hariku. Kuraba permukaan perutku...kunyanyikan lagu nina bobo untuk calon bayiku.

agni malagina

Tidak ada komentar: